Kompas Jawa Barat
Forum, 14 November 2008
Forum, 14 November 2008
oleh Budi Brahmantyo
Dongeng masa kini rupanya tidak berbeda jauh dengan dongeng pengantar tidur masa lalu. Masih ada keajaiban, sihir dan tukang sihir, raja berkuasa dan rakyat tertindas. Alur ceritanya masih sama. Berpuluh bongkah batu merah yang lebih besar dari lemari dan batu raksasa dengan berat 60 ton tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Gemparlah rakyat. Siapa yang begitu hebat membuat keajaiban itu? Turunlah titah baginda raja mengutus patih dan pangeran untuk mengusutnya. Mereka akhirnya berhadapan dengan tukang sihir yang hebat.
Bedanya, tukang sihir dongeng masa kini yang bisa menghilangkan batu-batu raksasa itu menggunakan tongkat ajaibnya dengan lembaran-lembaran rupiah atau dollar. Bahkan sang patih atau pangeran pun tidak berkutik dengan pedang hukum yang dibawanya melawan sihir modern itu. Itulah yang terjadi pada kisah jasper dan Batukuya yang belakangan ini secara hampir bersamaan menjadi berita yang kerap menghiasi lembaran surat kabar, khususnya di Jawa Barat.
Jasper Tasikmalaya
Kisah tentang raibnya berton-ton jasper dari tempat asalnya di Pasirgintung, Desa Cibuniasih, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya bermula dari artikel yang ditulis oleh seorang pemerhati batu mulia, Sujatmiko. Ia yang juga seorang pengusaha batu mulia menyayangkan diangkutnya berton-ton batu merah jasper yang diperkirakan akan dijual mentahan ke luar negeri. Padahal nilai jasper setelah diolah sebagai batu mulia dengan pecahan kecil sekalipun akan meningkat berlipat-lipat daripada sekedar dijual kiloan.
Lebih dari itu, dengan dikeduknya batu-batu langka itu, peluang untuk mempelajari batu-batu itu secara ilmiah dari lokasi in-situnya jadi hilang. Jasper secara geologis merupakan batuan jenis silika dengan mineral utama kuarsa, bersifat opak yang tidak transparan, mempunyai kekerasan 7 skala Mohs (skala 1 – 10 dengan nilai 10 untuk intan), berberat jenis antara 2,5 dan 2,9 dan umumnya berwarna merah karena campuran besi dari hematit, atau berwarna kuning dan coklat.
Di Pasirgintung, bongkah-bongkah jasper tersebar di Sungai Cimedang. Sebagian teronggok di perkampungan dan persawahan. Batu-batu ini banyak dijumpai menyelip di antara batu lava basal dan breksi hasil letusan gunung api purba. Di Tasikmalaya selatan, pada Kala Oligo-Miosen 25 juta tahun yang lalu merupakan jajaran gunung api purba Jawa Barat yang sebagian berada di bawah laut. Diperkirakan abu-abu gunung api yang dimuntahkan dan terendapkan di laut menjadi sumber terbentuknya jasper setelah mengalami proses pemanasan secara hidrotermal selama berjuta-juta tahun.
Dan sim salabim! batu-batu merah nan eksotis yang terbentuk berjuta-juta tahun itu mulai raib berpindah tempat sejak 2002. Saat ini hanya tersisa berpuluh bongkah besar saja yang jika tidak segera diamankan, akan hilang lenyap pula dari Kecamatan Pancatengah. Sulap rupiah membutakan baginda raja, patih dan pangeran, bahkan rakyat, yang baru tersadar setelah tersihir begitu lama.
Batukuya Bogor
Cerita yang sama berulang di sisi lain Jawa Barat. Lenyapnya batu raksasa yang disebut Batukuya seberat 60 ton dari lokasinya di hutan lindung Haurbentes, di Sungai Cimangeunteung, Kampung Cisusuh, Desa Pasirmadang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Geger lenyapnya bongkah batu yang tadinya dianggap artefak peninggalan Kerajaan Tarumanagara Abad IV - V dimulai ketika beritanya muncul di Harian Kompas, 27 September 2008.
Seperti cerita detektif, akhirnya pada tanggal 10 Oktober 2008, terlacak bahwa Batukuya ternyata telah berpindah ke satu gudang di Cilingcing, Jakarta. Rupanya siap akan diangkut ke luar Indonesia!
Dari beberapa foto yang dimuat di surat kabar atau pun internet, terlihat bahwa bongkah batu raksasa itu diangkut dari lokasi asalnya dengan menggunakan truk kontainer terbuka. Sebuah foto memperlihatkan kontainer dengan Batukuya di atasnya sempat parkir di sebuah usaha batu alam di Leuwiliang, kira-kira 30 km sebelah barat Kota Bogor.
Gemparlah dunia perbatuan dan benda cagar budaya. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga berwenang di bidang kepurbakalaan menyimpulkan bahwa Batukuya bukan artefak peninggalan manusia jaman dulu, dengan pengertian tidak ada tanda-tanda hasil karya manusia yang dapat dideteksi pada Batukuya tersebut.
Batukuya memang mungkin terbentuk secara alamiah. Batu yang dilaporkan terbentuk dari batu andesit tersebut bisa terjadi oleh proses erosi dan abrasi sungai. Batukuya kemungkinan berasal dari lava hasil letusan gunung api tua berumur Plistosen Awal kira-kira 2 juta tahun yang lalu yang berasal dari Gunung Endut di selatan Jasinga. Kemungkinan lain, Batukuya merupakan bongkah yang terpisah dari tubuh-tubuh intrusi magma berumur Miosen Tengah 15 juta tahun yang lalu yang banyak ditemui di selatan dan barat daya Jasinga, berbatasan dengan Propinsi Banten.
Dengan bentuknya yang unik berupa tonjolan yang menyerupai kepala kura-kura – begitulah mengapa batu itu dinamakan Batukuya dalam Bahasa Sunda – merupakan keunikan tersendiri yang tidak sembarangan dianggap batu biasa. Ketertarikan tukang sihir modern yang memindahkan Batukuya itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi alasannya karena memang tertarik pada bentuknya yang unik, aneh dan langka itu. Bukankah sesuatu yang unik dan langka menjadi barang yang akan berharga mahal?
Begitu pula masyarakat Cisusuh sejak jaman dahulu pasti menganggap bahwa Batukuya merupakan batu yang ‘henteu samanea’. Batu itu walaupun tidak menunjukkan adanya bentukan oleh manusia jaman dulu, tetap dapat dianggap sebagai peninggalan budaya karena keunikan bentuknya yang dipelihara secara turun temurun.
Mengacu kepada Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, pada Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1 huruf b, Batukuya sekalipun bukan benda buatan manusia tetap terlindungi undang-undang sebagai benda cagar budaya karena Batukuya dapat digolongkan sebagai “benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.”
Karena keunikan, kelangkaan dan kepentingan bagi ilmu pengetahuan, batumerah jasper di Pancatengah, Tasikmalaya dan Batukuya dari Sukajaya, Bogor, tidak dapat disangkal lagi merupakan barang-barang berharga pusaka Jawa Barat yang tidak boleh sembarangan dipindahkan dan dirusak. Batu-batu unik yang sekarang disihir berpindah tempat oleh para tukang sihir berbekal lembar-lembar kertas ajaib, setidaknya harus dipertahankan di lokasinya. Untuk Batukuya harus dikembalikan ke tempat asalnya oleh tukang sihir itu sendiri.
Biarlah tidak ada tuntutan hukum asal batu-batu itu bisa kembali ke tempat asalnya. Sang patih dan pangeran tinggal menggunakan pedang hukumnya untuk menitahkan sang tukang sihir mengembalikan pusaka-pusaka itu. Mudah-mudahan dongengnya akan berakhir dengan bahagia. ***
Budi Brahmantyo, staf KK Geologi Terapan, FITB, ITB; anggota IAGI dan KRCB.
Foto batukuya diunduh dari: http://www.facebook.com/people/Batu-Kuya/1541530273
Tidak ada komentar:
Posting Komentar